Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia baru-baru ini mengeluarkan ancaman serius untuk memblokir aplikasi pesan instan Telegram. Ancaman ini datang sebagai respons terhadap kurangnya kerja sama Telegram dalam memberantas konten judi online di platformnya. Pada konferensi pers yang diadakan pada tanggal 24 Mei 2024, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa Telegram adalah satu-satunya platform yang tidak kooperatif dalam upaya ini.
| Foto: Ilustrasi Instragram by Eyestetix Studio on Unsplash |
Latar Belakang Ancaman Pemblokiran
Permasalahan judi online menjadi isu besar di Indonesia, dengan banyak platform digital digunakan sebagai media untuk aktivitas ilegal ini. Kominfo telah mengambil langkah-langkah tegas dengan menggandeng platform digital besar lainnya seperti Google, yang diketahui memiliki teknologi kecerdasan buatan untuk melacak konten judi online. Kerja sama dengan Google ini menunjukkan pendekatan proaktif Kominfo dalam menangani masalah ini melalui teknologi dan regulasi.
Ancaman pemblokiran Telegram bukanlah langkah pertama yang diambil Kominfo. Sebelumnya, Kominfo juga telah mengancam akan mengenakan denda hingga Rp 500 juta per konten bagi platform digital yang tidak kooperatif dalam memberantas konten judi online. Langkah ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam memerangi judi online, serta menekankan pentingnya kerja sama dari semua pihak yang terlibat dalam ekosistem digital.
Dalam konferensi pers, Budi Arie Setiadi menegaskan, "Tinggal Telegram yang tidak kooperatif. Dicatat teman-teman, silakan ditulis di media. Hanya Telegram yang tidak kooperatif."
Tantangan dan Dampak Pemblokiran
Pemblokiran Telegram akan memiliki dampak signifikan, mengingat popularitas aplikasi ini di Indonesia. Telegram dikenal dengan fitur keamanan dan privasinya, yang menjadikannya pilihan bagi banyak pengguna untuk komunikasi pribadi maupun bisnis. Namun, fitur ini juga menjadi tantangan dalam upaya pemantauan dan penghapusan konten ilegal.
Jika Telegram benar-benar diblokir, dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh pengguna biasa tetapi juga oleh komunitas bisnis yang mengandalkan aplikasi ini untuk komunikasi dan koordinasi. Selain itu, pemblokiran ini juga bisa menimbulkan pertanyaan mengenai keseimbangan antara upaya pemerintah dalam memberantas aktivitas ilegal dan hak privasi serta kebebasan berinternet bagi warganya.
Budi Arie Setiadi memberikan peringatan keras kepada Telegram: "Karena itu saya peringatkan kepada Telegram. Jika tidak ingin kooperatif untuk pemberantasan judi online ini, pasti akan kami tutup."
Sejarah Pemblokiran Telegram di Indonesia
Ini bukan pertama kalinya Kominfo mengancam untuk memblokir Telegram. Pada tanggal 14 Juli 2017, Kominfo memblokir layanan aplikasi Telegram karena tidak mengindahkan laporan Kominfo mengenai konten negatif sejak setahun sebelumnya. Kominfo menegaskan bahwa mereka telah mengirimkan enam kali email laporan konten kepada Telegram sejak 29 Maret 2016 hingga 11 Juli 2017, tetapi tidak mendapat tanggapan. Akibatnya, Kominfo memerintahkan penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir 11 DNS layanan Telegram berbasis web. Pemblokiran tersebut dilakukan karena ditemukannya konten-konten yang tidak sesuai dengan UU terkait penyebaran radikalisme dan terorisme.
Pemblokiran Telegram saat itu memicu protes dari warganet dan bahkan mendapatkan perhatian dari Pendiri dan Chief Executive Officer Telegram, Pavel Durov, yang menganggap keputusan Kominfo aneh. Namun, Kominfo tetap pada keputusannya, menegaskan bahwa langkah tersebut sudah tepat demi keamanan nasional.
Regulasi dan Kebijakan yang Mendasari
Kominfo memiliki dasar hukum yang kuat untuk tindakan ini, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kominfo. Selain itu, Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Keputusan Menkominfo Nomor 172 Tahun 2024 juga mendukung langkah-langkah ini.
Langkah-langkah tegas ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menegakkan regulasi yang ada serta menjaga keamanan dan ketertiban di dunia digital. Namun, penting bagi Kominfo untuk tetap mempertimbangkan pendekatan yang seimbang, yang tidak hanya fokus pada penindakan tetapi juga pada edukasi dan peningkatan kesadaran publik mengenai bahaya judi online.
Ancaman pemblokiran Telegram oleh Kominfo menyoroti pentingnya kerja sama semua pihak dalam memberantas konten ilegal di dunia digital. Meskipun langkah ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam menangani judi online, penting untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil tidak merugikan pengguna yang sah dan tetap menghormati hak-hak digital masyarakat. Ke depan, kerja sama yang lebih baik antara pemerintah dan platform digital diharapkan dapat menciptakan ekosistem internet yang lebih aman dan teratur di Indonesia.
0 Komentar